imthetechnerd 🍊

Kenapa Aku Pake Laptop Bekas?

alt text

Selama ini, aku selalu membeli laptop baru, mungkin karena hadiah dari orang tua, jadi kesannya harus yang baru dan aku yang memilih laptopnya, karena di keluarga hanya aku yang paling tech savvy, namun hal itu yang buat aku memiliki mindset “kalau bisa beli laptop baru, kenapa harus beli laptop bekas?”. Sampai beberapa tahun ini ternyata mindset itu, engga salah, tapi kadang ada alternatif yang lebih baik. Laptop yang baru belum tentu bagus, tapi kadang laptop bekas cocok dibungkus.

Perubahan Mindset

Minimalism dan No Waste adalah bagian penting yang mendorong perubahan mindset untuk beli laptop. Minimalism mendorong aku untuk lebih peka dengan kebutuhanku, dengan pemakaian saat itu hanya desain yang ringan sebatas vektor yang tidak kompleks, dokumen, dan paling pantar photoshop buat edit ringan, tentu membeli laptop gaming adalah pilihan yang overkill tapi kalau beli laptop dengan Celeron tentu engga akan beres kerjaan. Gerakan No Waste mendorong aku untuk lebih aware dengan barang yang dibeli, bahkan gerakan ini merekomendasikan untuk sebisa mungkin membeli barang bekas daripada barang baru, agar barang itu bisa dipakai dan tidak dibuang. Ingat: Reduce… Reuse… ecyc e

Memilih Laptop Bekas

Sebelum bertekad untuk menjadikan laptop bekas sebagai laptop utama, aku pernah bahkan sering banget liat yang bahas di forum, ada tiga laptop yang selalu di-mention:

  1. Lenovo Thinkpad,
  2. Dell Latitude,
  3. HP Elitebook.

Ternyata, kenapa tiga laptop di atas ini jadi pusat perhatian di laptop bekas? Karena tiga laptop ini dibuat untuk profesional, dibuat untuk mudah diperbaiki, dibuat untuk tidak gampang rusak, dibuat untuk dibeli dengan jumlah banyak di perusahaan, dan di perusahaan biasanya memiliki cycle laptop yang sudah ditentukan, misal setiap 5 tahun laptop akan diganti, jadinya laptop banyak = harga murah.

Dari tiga laptop itu, pilihan yang paling menarik menurutku Thinkpad, karena aku sudah banyak melihat konten soal Thinkpad, image Lenovo juga belakangan ini mulai tampak bagus, trackpoint yang iconic apalagi konon katanya keyboard Thinkpad adalah keyboard paling ajib di ranah laptop, spoiler alert: memang benar. Akhirnya aku menarik kartu debitku dan menggesek ke mesin EDC, lalu keluar struk pembayaran dari mesin EDC dengan tersendat-sendat karena sedang manasin kertas dan aku dapat Thinkpad pertamaku.

Laptop pertama: Lenovo Thinkpad X240

foto: www.amazon.com

Thinkpad X240 adalah incaranku, spesifikasi seperti i5 generasi 4, RAM 8GB, dan HDD 500GB yang bisa menampung beban kerjaku, body kecil, ports banyak, baterai bisa ditambah (dual battery), layar doff, tahan banting, tahan anti-consumerism lah pokoknya. Sampai rumah aku disambut dengan Windows 10, tanpa pikir panjang, aku langsung mengganti HDD ku ke SSD dan tancap USB untuk install ElementaryOS, tapi di akhir aku harus ganti ke Windows karena pekerjaan waktu itu masih mendesain dengan Adobe Illustrator dan juga Powerpoint untuk membuat microstock. Oiya, saat aku buka backdoor X240, ternyata bautnya menggunakan captive screw jadi baut tidak akan lepas saat dibuka juga tidak akan hilang, kecuali backdoor-nya ilang, selain itu ada jalur air juga kalau air tumpah di keyboard, meminimalisir kerusakan pada motherboard, dan saat dibuka backdoor-nya hampir semua ke-ekspos seperti baterai, RAM, SATA, WWAN, Wifi Card, dll. Benar-benar best purchase banget.

Pengalamanku memakai X240 selama satu bulan sangat mengesankan, dengan spesifikasi yang cukup dan kerjaanku tetap beres saja sudah membuatku takjub, apalagi kalau dipikir-pikir harganya cuman 2jtan, hape-ku saja lebih mahal loh. Tentu ada banyak hal yang aku engga kepikiran saat aku membeli X240:

  1. RAM maksimal 8GB, Windows 10 pada saat itu masih aman di RAM 8GB, tapi standar sudah mulai naik ke 16GB.
  2. Layar terlalu kecil, saat aku membuat template PowerPoint, secara engga sadar aku membuat asset nya menjadi terlalu besar, ternyata karena layar terlalu kecil agar keliatan aku membuat text, shape, dan gambarnya besar, tapi overall semuanya jadi terasa oversized.
  3. Charger belum tipe C, sebenarnya nice to have, tapi aku pernah lupa bawa charger dan harus pulang ke rumah.
  4. Engga kuat main Brawlhalla, ini adalah prioritas, sebagai pro player pemain Brawlhalla ini sedikit jadi bottle neck, bercanda, tapi ada seriusnya dikit. Saat itu aku nge-assist temen yang streaming Brawlhalla, karena masih sepi jadi aku dateng buat ramein streaming-nya.

Setelah kira-kira 1 tahun, kebetulan Kakak-ku butuh laptop, itu jadi kesempatan untuk alesan ganti laptop, akhirnya aku kasih Thinkpad X240 dan menarik kartu debit-… ya kita ulang adegan yang tarik kartu debit lagi. Lalu aku mendapatkan laptop bekas keduaku, atau itu bukan laptop?

Laptop kedua: Dell Latitude 5285

foto: www.windowscentral.com

Aku mencoba tablet 2-in-1 Dell dengan spesifikasi, Intel i5 Gen 7, SSD 256GB, RAM 16GB, charger tipe C dan ada stylus-nya juga, sayangnya aku malah beli stylus HP bukan yang Dell tapi works. Pengalamannya bagaimana? unik banget sih, sungguh unik, aku baru pertama kali punya tablet Windows, belum lagi waktu itu Windows 11 baru-baru keluar yang dilihat dari promotional video-nya bakalan fokus juga di pengalaman menggunakan Windows 11 di mode tablet, aku coba fitur-fiturnya, dan bener aja, Windows 11 di tablet lebih bagus daripada Windows 10, belum lagi aku mencoba pake OneNote yang optimize banget buat pake stylus, as expected sangat unik, lagi-lagi sangat unik, aku bisa catat di laptop layaknya di kertas, aku bisa gambar di laptop layaknya sketchbook, dan aku bisa bawa laptop layaknya buku, buku yang harganya 5jtan yang termasuk murah untuk pengalaman seperti ini.

Tentu saja engga semua berakhir bahagia, aku memiliki masalah dari segi teknis laptopnya dan juga secara mental. Pertama, Windows 11 masih memiliki bug RAM, di mana RAM usage bakal naik terus padahal tablet sedang keadaan baru startup, pernah sampai 10GB pemakaian. Kedua, ports hanya ada headphone jack, dua tipe C dan satu USB, jadi wajib banget punya dongle, dongle life is real. Ketiga, speaker kena air. Keempat, saat itu aku ingin banget pake Distro Linux, dan Dell Latitude 5285 engga se kompatibel itu dengan Linux, terutama webcam-nya engga jalan sama sekali.

Setelah satu tahun… iya beneran kejadian itu terjadi lagi, Ayah-ku butuh laptop, lalu tarik debit terulang lagi. Aku mendapatkan laptop bekas ketigaku.

Laptop ketiga: Lenovo Thinkpad T480

i5 Gen 8, RAM 8GB yang di-upgrade ke 16GB, SSD 256, charger tipe C, layar sentuh, dan yang terpenting full Linux support, bahkan support macOS (Hackintosh) sampai macOS Sequoia saat blog ini ditulis. Laptop ini aku dapatkan dengan harga 4 jutaan + upgrade mungkin 5 jutaan. T480 menurutku adalah laptop yang sempurna untukku, karena reliable, murah, mudah diperbaiki dan engga gampang rusak, masih banyak ruang buat di upgrade, dan asik untuk di-oprek.

Fitur-fiturnya mirip dengan Thinkpad X240, layar bisa diganti ke layar sentuh, layar biasa dan low powered, baterai ada dua satu removeable dan satu lagi internal, jadi bisa di swap kalau punya dua baterai. Keyboard super nyaman, trackpad presisi, dan udah pakai macem-macem Distro Linux sampai akhirnya menetap di Windows karena kerjaan.

Sudah hampir setahun ini memakai T480, aku rasa tidak ada kekurangan selain engga bisa main game, bahkan aku rasa value-nya tinggi banget, laptop ini udah ganti thermal paste satu kali dan mudah banget digantinya. Saat ulang tahun aku beri hadiah dua baterai Thinkpad T480 yang internal dan eksternal dan docking, jadi baterainya super awet apalagi workflow-ku saat ini saat ke kantor langsung di-docking dan otomatis baterai terisi, keluar kantor baterai penuh, dan begitu setiap hari kerja.

Port tipe C ini sudah menemaniku untuk bisa memakai Linux sambil bisa pake Windows via NVME. Jadi aku buat Windows 11 portabel via Ventoy dan tancap ke tipe C lalu di-bootingviola aku dapat pengalaman memakai Windows 11 dari NVME tanpa harus dual-boot, aku juga pernah memakai cara ini dengan SATA SSD, tapi karena limitasi kecepatan SSD SATA, jadi hampir setiap dipakai kerja berat selalu bluescreen.

Menurutku, kalau kamu engga harus punya spesifikasi yang tinggi, engga nge-game, dan engga harus punya teknologi terbaru alias pakenya casual banget, laptop bekas terutama Thinkpad, Elitebook dan Latitude adalah pilihan yang bagus daripada laptop baru di harga yang sama.

Bayangin deh kaya gini:

Laptop 1

Laptop 2

Ya, benar, laptop 2 adalah Thinkpad T480, sedangkan laptop 1 adalah laptop yang ada di pasaran sekarang. Memang, spesifikasinya engga paling terbaru, tapi lebih bagus dan juga lebih murah daripada yang baru.

Kayanya Thinkpad T480 bakal jadi laptop yang tahan lama nih, sebenarnya aku masih penasaran dengan Processor Snapdragon di Windows 11 ARM, tapi mungkin waktunya ganti laptop laptop Snapdragon bekas udah murah? Kita lihat nanti.

Jadi begitu alur cerita bagaimana aku berakhir untuk memilih laptop bekas sebagai daily drive, semoga kamu yang membaca blog ini bisa punya perspektif lain dan jika memilih untuk beli laptop bekas, gud luck!

#laptop #01_opini